
MEDANSPORT.ID – MEDAN – Rindu akan kejayaan sepakbola Sumatera Utara (Sumut). Apalagi dalam waktu dekat perhelatan akbar pesta olahraga empat tahunan di negeri gemah ripah loh jinawi akan digelar. Ya, Pekan Olahraga Nasional alias PON 2024 berlangsung di Sumut dan Aceh.
Tak ada kata lain, induk segala cabang olahraga yakni sepakbola menjadi target emas yang akan direngkuh Sumut. Pertanyaannya, mampukah target itu tercapai? Menilik dari ditunjuknya Arya Sinulingga sebagai Plt Ketua Asprov PSSI Sumut, tentunya optimistis (raihan emas-red) itu tetap ada.
Pun demikian, raihan emas sepakbola Sumut PON XXI 2024 Aceh-Sumut gagal total. Dan itu termuat sebagaimana prediksi Bambang Usmanto yang turut memboyong medali emas pada PON ke XII 1989 di media ini pada Maret lalu.
Lewat judul berita “Bambang Usmanto Saran Skuad Sepakbola PON 2024 Sumut Lebih Dimatangkan Bukan Diseleksi Ulang”, sepertinya patut jadi perhatian penuh para pengurus di Sumut.
Tak pelak, keresahan dan rasa kesal Bambang Usmanto yang juga merupakan eks pemain PSMS Medan, ini dituangkan secara gamblang pada kru MEDANSPORT.ID, Sabtu (21/9/2024).
“Jujur saya sedih dan kecewa setelah mengetahui tim sepak bola Sumut akhirnya kandas di babak perempat final setelah dikalahkan oleh tim Jabar. Sesungguhnya ini adalah momentum terbaik untuk merebut kembali medali emas sepakbola setelah 35 tahun,” ungkap Bambang Usmanto.
Sepakbola Sumut terakhir kali meraih medali emas PON pada tahun 1989. Ketika itu di final mengalahkan tim Jawa Timur diperkuat 14 pemain yang pernah dipanggil Timnas dari klub Niac Mitra, Persebaya dan Perkesa Sidoardjo.
Kemenangan Sumut ditentukan lewat gol tendangan jarak jauh Suharto AD setelah melalui perpanjangan waktu.
“Tadinya saya sangat berharap kenangan manis di PON 1989 ini bisa terulang kembali di PON 2024. Sebagai tuan rumah bersama Aceh, wajar jika saat ini momentum terbaik merebut kembali medali emas sepak bola. Namun kenyataannya bertolak belakang,” ulangnya mengulas rasa kecewanya kembali.
Dia pun menyebut sempat mengemukakan kekhawatirannya akan perjalanan tim PON Sumut ini, baik di beberapa media cetak maupun media online. Hal ini karena tim yang sudah terbentuk satu tahun lebih di bawah pengawasan Plt. Asprovsu lama Prof Fidel Ganis Siregar harus tercerai berai dikarenakan kebijakan
dari Plt Asprovsu dipimpin Arya Sinulingga.
“Pastinya, siapa pun orangnya yang ingin memajukan sepakbola Sumut kita dukung tapi caranya harus benar dan terhormat. Saya tidak mempersoalkan atau mempermasalahkan siapa saja yang ingin mengelola atau pun menjadi penanggung jawab tim sepak bola PON Sumut ini. Saya hanya berharap agar tim yang sudah dipersiapkan selama satu tahun lebih itu jangan sampai diacak-acak lagi,” sindir pria jangkung ini.
Kalau perlu, lanjutnya, sekadar penambahan atau penyisipan beberapa pemain untuk mengisi posisi-posisi penting yang dianggap perlu. Dengan maksud supaya kekompakan dan kesolidan tim makin padu, bukan malah dilakukan penyeleksian ulang.
“Makanya saya bilang lagi bahwa untuk mewujudkan ini semua tidak boleh terlalu menggebu-gebu sehingga merusak tatanan yang sudah ada. Sebab saat itu tim yang sudah berlatih dan bersama-sama selama satu tahun lebih harus bubar dengan cara mendatangkan pelatih Indra Syafri dan jajaran timnya untuk menyeleksi 300 pemain baru dalam tempo 2 hari,” tukasnya.
Dan, katanya, bagaimana mungkin seorang pelatih bisa secara maksimal memilih pemain dalam waktu yang relatif singkat. Sementara jarak seleksi ulang dengan pelaksanaan PON tinggal beberapa bulan lagi. “Ini tentu sangat berdampak kepada psikologis pemain yang sudah lama dipersiapkan,” sebut Bambang Usmanto.
Malah yang tak habis pikir lagi, bebernya, kalau hanya untuk mencari bibit pemain kenapa harus mendatangkan seorang Indra Syafri dan timnya ke Medan. Di Sumut ini, menurut Bambang Usmanto, cukup banyak mantan pemain PSMS mau pun Timnas dan pelatih yang berlisensi ‘A’ dan ‘A Pro’ yang dapat dilibatkan dan lebih mengetahui karakter anak-anak Medan.
“Patut jadi catatan bahwa membangun atau membentuk tim sepakbola yang solid tidak cukup hanya mengandalkan kekuatan finasial saja. Sepakbola adalah olah raga team yang memerlukan kerjasama (team work),” tegasnya.
Dana memang diperlukan, tapi bukan penentu segalanya. Faktor non tehnis jangan diabaikan. Kebersamaan, rasa saling memiliki, senasib dan seperjuangan baik diluar mau pun di dalam lapangan serta tidak ada yang terdzolimi, merupakan faktor yang sangat penting.
“Kalau hati sudah menyatu, Insyaa Allah semuanya bisa diatasi dengan tulus, ikhlas dan kebersamaan. Mengkristalnya kebersamaan inilah yang ada pada tim sepakbola PON 1989,” kata Bambang Usmanto mengingatkan.
Pada waktu itu mungkin tim Sumut-lah yang paling prihatin dibandingkan dengan tim dari provinsi lain. Bahkan saat itu, katanya, banyak tim yang bertanding bertabur bintang pemain Galatama dan didukung finansial serta fasilitas yang serba mewah.
“Saat itu Tim Sumut menginap di Asrama haji Pondok Gede yang tanpa AC, hanya ada kipas angin. Satu kamar ada berisi 6 orang atau pun 4 orang, tergantung luas kamarnya dengan tempat tidur bertingkat. Sementara tim lain banyak yang menginap di hotel bintang. Saat itu bukan berarti kami tidak diperhatikan oleh pemerintah daerah kita, namun semua pemain bisa memaklumi kondisi yang ada,”
sebutnya.
Namun demikian, lanjutnya, semua pemain tetap happy, kompak dan merasa dalam satu keluarga yang utuh. Di lapanganpun kami bermain lepas, bahu membahu dengan penuh tanggung jawab mengemban amanah masyarakat Sumut yg telah memberi kepercayaan menjadi pemain PON.
“Saya tetap berharap, sepak bola Sumut harus bangkit kembali agar berprestasi. Lupakan kegagalan di PON XXI 2024 dan ayo bangun sepakbola Sumut lebih maju lagi,” tandasnya. (*)