
MEDANSPORT.ID – DELISERDANG – “KALAH terhormat”. Pernyataan apa ini? Pembelaan ya? Di luar nurul. Di luar prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Diungkapkan seorang sosok ketua umum federasi yang sangat berpengalaman dan katanya paling berkontribusi.
Narasi pembelaan usai tim kepelatihan sepak bola terbaik yang pernah ada gagal menang. Gagal menang dari rival yang sebelumnya pernah dikalahkan. Gagal berkancah di level sepak bola yang lebih bergengsi. Tapi, ini tidak terjadi di Indonesia. Di sana, di negeri Konoha.
Kalau di Indonesia, tidak mungkin seperti ini. Dalam urusan bola sepak, Indonesia sudah cukup maju, meski dibumbui sedikit drama kolosal.
Kemajuan Tim Nasional (Timnas) Indonesia dimulai dari datangnya juru taktik asal Negeri Ginseng, Korea Selatan, STY. Shin Tae-yong. Pujian ini bukan bermaksud mengesampingkan peran pelatih-pelatih Timnas sebelumnya. Tapi ini berdasarkan data dan fakta.
Dia datang di era kegelapan sepak bola Indonesia. Kala Timnas selalu jadi bahan bully-an negara-negara tetangga di regional Asean. Kerap dipecundangi. Main, kalah. Main, kalah. Begitu terus. Datang di masa Covid-19. Corona Virus Disease 19. Virus yang digembar-gemborkan cukup mematikan bagi sebagian orang. Ke sana, kemari harus pakai masker. Tak bisa berinteraksi sebebas seperti sekarang.
STY mengawali karier sebagai pelatih Timnas Indonesia pada Desember 2019. Menjadi pelatih Timnas U19 mulai 8 Januari 2020 hingga 31 Desember 2023.
Pada saat yang sama, ia juga melatih Timnas U23 dan Senior dengan kontrak hingga 6 Januari 2025. STY pun ditunjuk sebagai pelatih Timnas U20 mulai 1 September 2022 hingga 30 April 2023.
Di awal-awal kepelatihannya, STY tidak bisa maksimal. Ya karena itu tadi, ada Covid-19. Dengan sabar, dia melatih para pesepakbola Indonesia, yang katanya sudah profesional, pemain Timnas, tapi passing saja masih salah.
Perlahan namun pasti, di bawah asuhannya, Timnas Indonesia menunjukkan perkembangan signifikan. Beberapa pencapaian penting yang diraih selama kepelatihannya, Indonesia menjadi runner up Piala AFF 2020.
Pada Juni 2022, ia sukses mengukir prestasi dengan membawa Indonesia lolos ke Piala Asia 2023, mengakhiri penantian panjang selama 16 tahun. Kemenangan bersejarah 2-1 atas Kuwait, diikuti dengan kemenangan telak 7-0 melawan Nepal di laga terakhir, memastikan tiket Indonesia ke putaran final kompetisi bergengsi itu.
Di ajang ini, Timnas Indonesia untuk pertama kalinya bisa lolos ke fase berikutnya. Fase knock-out. Enam belas besar. Sejarah yang belum pernah terukir sebelum-sebelumnya.
Di kelompok umur lainnya, STY juga sukses membawa Timnas U-20 lolos ke Piala Asia U-20 2023 usai menjadi juara Grup F Kualifikasi Piala Asia U-20 2023 yang digelar di Surabaya pada September 2022.
Sayangnya, di putaran final Piala Asia U-20 2023 perjalanan Timnas Indonesia U-20 terhenti di fase grup usai finis di peringkat ketiga Grup A.
History Maker
Kesuksesannya berlanjut dengan membawa Timnas U-23 untuk pertama kalinya lolos ke Piala Asia U-23 AFC 2024. Bahkan, Garuda Muda berhasil mencapai semifinal.
Bukan kaleng-kaleng. Sebagai tim debutan, Indonesia melaju ke semifinal setelah mengalahkan tim kuat Korea Selatan lewat adu penalti 11-10, menyusul hasil imbang 2-2 hingga peluit akhir berbunyi.
Korea Selatan bukan tim kemarin sore. Taeguk Warriors ini tim juara Piala Asia U-23 tahun 2020 dan finalis edisi 2016 lho!
Di semifinal, Indonesia harus mengakui keunggulan Uzbekistan setelah kalah 0 – 2.
Di perebutan tempat ketiga, Indonesia berhadapan dengan Irak. Langkah Indonesia untuk otomatis ke Olimpiade Paris 2024 gagal, setelah diadang Irak.
Usai dipastikan menjadi tim peringkat keempat Piala Asia U-23 2024, Nathan Tjoe A On Cs harus menghadapi Guinea. Duel melawan tim peringkat keempat Piala Afrika U-23 2023 dalam laga playoff Olimpiade 2024.
Dalam pertandingan melawan Guinea di Paris, Prancis, Kamis malam, 9 Mei 2023, skuad Garuda kalah tipis tipis, 1 – 0. Kekalahan ini sebenarnya cukup menyakitkan. Bukan kalah kualitas, tapi dikarenakan kecurangan. Siapa pun yang melihat laga itu, pasti tahulah. Kepemimpinan wasit yang timpang dan berpihak. Indonesia kalah. Gagal melaju ke Olimpiade Paris 2024.
Ini namanya kalah terhormat. Langkah STY dan para Garuda Muda teramat sangat layak diapresiasi. Lagi-lagi, tim debutan, lolos semifinal dengan mengalahkan tim kuat, nyaris melaju ke Olimpiade untuk pertama kalinya.
Prestasi lainnya juga masih ada. Juni 2024, STY kembali mencatatkan sejarah dengan memimpin Indonesia lolos untuk pertama kalinya ke babak ketiga Kualifikasi Piala Dunia FIFA 2026 (AFC).
Prestasi ini sekaligus membawa Indonesia otomatis lolos ke Piala Asia AFC 2027 tanpa melalui babak kualifikasi.
Kemudian, dari ronde ketiga Kualifikasi Piala Dunia, melaju lagi ke ronde keempat. Peluang lolos langsung pun terbuka lebar. Meski pun targetnya hingga ronde kelima.
Sejarah! Ini rentetan sejarah yang harusnya membuat siapa pun bertepuk tangan, bangga. Standing aplause. History maker, pembuat sejarah. Begitulah julukan yang diberikan para fans sejati Timnas Indonesia kepada STY.
Waktu itu. Ya, waktu itu. Jika Timnas main, meski dini hari, tetap dijabani. Ingat betul waktu pertandingan perempat final Piala Asia U-23 di Qatar. Satu keluarga di sebuah rumah kecil. Ayah, ibu, dan empat anak laki-lakinya nonton pertandingan itu sampai habis. Teriak sekencang-kencangnya, hingga tetangga-tetangga lain yang tidur jadi terbangun.
Anak kelima keluarga kecil itu yang baru berusia satu tahunan pun terbangun dari tidur lelapnya. Keluarga kecil itu senang bukan kepalang, ketika tendangan penalti Pratama Arhan berhasil membobol gawang Korea Selatan, dan mengantarkan Indonesia melaju ke semifinal.
Di pertandingan lain, ketika Timnas kalah, semuanya sedih. Semua kecewa. Bahkan ada yang menangis. Tak bisa tidur semalaman. Sebegitu cintanya dengan Timnas Indonesia era itu.
Berbicara ranking FIFA, Shin Tae-yong melatih Timnas Indonesia sejak tahun 2020. Ketika itu, Indonesia duduk di peringkat 173 ranking FIFA.
Berjalannya waktu, STY pelan-pelan membawa Indonesia naik tingkat. Di tahun 2021 naik ke peringkat 151 dan puncaknya di akhir November duduk di peringkat ke-125.
Total, Shin Tae-yong bawa Timnas Indonesia naik 48 peringkat di ranking FIFA. Meski di akhir jabatannya, Garuda melorot lagi ke peringkat 127 karena hasil-hasil buruk di Piala AFF 2024 (ajang tersebut dapat poin FIFA meski tidak masuk kalender FIFA).
STY mengarungi 57 pertandingan bersama Timnas Indonesia. Hasilnya 26 kali menang, 14 kali imbang, dan 17 kali kalah. Pasukannya STY bikin 106 gol dan kebobolan 75 kali.
Tapi sayang, itu semua tak berarti sama sekali bagi fans pengguna kacamata kuda, semua itu tidak ada apa-apanya. Bukan keberhasilan.
Klimaksnya, gelaran turnamen regional Asean dijadikan senjata. Turnamen senior. STY menurunkan tim U-22. Disetujui federasi. Tidak pasang target juara. Disepakati federasi. Ujung-ujungnya? Setelah gagal, dipecat.
Banyak yang kecewa, bahkan sedih. Tapi seluruh fans di negara yang gila bola ini tak bisa berbuat apa-apa. Hanya melepas kepergian pelatih Korea itu dari jauh, sambil melambaikan tangan.
Cuma segelintir yang tidak sedih. Fans kacamata kuda.
Era Kepelatihan Terbaik
Masuk era baru. Era kepelatihan terbaik yang pernah ada. Dikepalai mantan pemain legendaris dunia. Striker mumpuni di zamannya. Ditakuti para bek-bek lawan.
Di strata U-23, juga tak kalah mentereng. Mantan pemain klub jawara, pernah memenangi titel Liga Champion. Keduanya merupakan penggawa Timnas negaranya. Di masa prime masing-masing.
Pelatih U-23, terakhir kali jadi head coach 17 tahun lalu. Pelatih senior, terakhir melatih Curacao. Hanya seumur jagung, dan diberhentikan. Tak ada yang istimewa.
Dalam perjalanan melatih Timnas Indonesia, baik U-23 maupun senior, juga tak ada yang istimewa. Biasa-biasa saja. Malah lebih buruk.
Laga round 3 Kualifikasi Piala Dunia 2026, kontra Australia dan Jepang, Timnas senior jadi bulan-bulanan. Dihajar Autralia 5 – 1, padahal di tangan pelatih sebelumnya mampu menahan imbang. Dibantai Jepang 6 – 0, di laga sebelumnya dilibas 4 – 0. Tapi parahnya, laga terakhir putaran ketiga Grup C Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia di Stadion Suita, Jepang, Selasa, 10 Juni 2025 lalu, Jepang menurunkan tim lapis ketiga yang masih minim jam terbang. Para seniornya cuma nonton di tribun. Itu pun kalah setengah lusin gol.
Pertandingan sebelumnya kontra China dan Bahrain di Gelora Bung Karno, menang sih. Tapi, masing-masing cuma menang satu gol. Kemenangan yang tak lepas dari faktor keberuntungan.
Teranyar, uji coba FIFA A Matchday. Lawan China Taipei, tim yang peringkatnya jauh di bawah, menang 6 – 0. Serasa menang Piala Dunia. Gembar-gembornya tujuh hari, tujuh malam. Waktu lawan Lebanon, jangankan menciptakan gol, shot on target sebiji pun tak ada. Yang dibangga-banggakan cuma ball possesion, 81 persen berbanding 29 persen. Hei! Bagaimana mau menang kalau membuat peluang saja tak mampu. Memang dengan ball possesion tinggi, tanpa menciptakan peluang, bisa menang? Mimpi kali ye!
Tak wajar kalau cuma seri lawan Lebanon. Dari nilai pasar pemain Indonesia dengan Lebanon saja sudah jomplang. Pemain-pemain Indonesia juga banyak berkancah di eropa. Lebanon tidak.
Dari data Transfermarkt, nilai pasar Timnas Indonesia mencapai 29,88 juta euro. Angka itu setara Rp519,28 miliar untuk keseluruhan skuad Garuda.
Sementara nilai pasar skuad Lebanon hanya 6,15 juta euro atau Rp106,90 miliar. Artinya Timnas Indonesia vs Lebanon menunjukkan selisih hampir lima kali lipat nilai pasar. Dari fakta ini, seharusnya Indonesia bisa menang mudah, meski pun Lebanon pasang strategi defensif. Memarkirkan buldozer, pesawat dan bus di depan gawang. Tapi hasilnya nihil. Nol besar.
Dari dua hasil pertandingan ujicoba FIFA A Matchday ini, ngeri-ngeri sedap juga. Lawan-lawan Indonesia di round keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026, hasilnya positif. Arab Saudi 2-1 Makedonia Utara dan Rep Ceko 1-1 Arab Saudi.
Sedangkan, Irak 2-1 Hong Kong, dan Thailand 0-1 Irak.
Sedikit pesimis sih menatap laga round 4 nanti. Banyak yang memprediksi Indonesia gagal melaju ke Piala Dunia, atau juga round 5. Pupus harapan. Karma. Hukum Kausalitas. Orang yang sudah mengangkat Timnas Indonesia ‘dizalimi’, gantian Timnas Indonesia dan federasinya yang diganjar hasil buruk.
Tapi, semoga tidaklah. Semoga saja, Timnas Garuda bisa memenangi laga round 4 nanti, 9 Oktober 2025: Indonesia vs Arab Saudi, 12 Oktober 2025: Irak vs Indonesia.
Semoga melaju ke Piala Dunia 2026 untuk pertama kalinya dengan nama resmi Indonesia Bukan Hindia Belanda, pada Piala Dunia 1938 di Prancis.
Sebelas-12 dengan Timnas U-23. Turnamen regional yang memperebutkan piala Ciki, main di kandang, tak mampu juga jadi juara. Mengsedihkan. Yang lebih mengsedihkan, di Kualifikasi Piala Asia U-23.
Dari yang berstatus semifinalis pada edisi sebelumnya, malah tak lolos kualifikasi. Mirisnya, mainnya di kandang sendiri.
Lawan Laos di laga perdana, sama seperti Timnas senior, tak ada satu pun shot on target. Padahal, Laos kalah segala-galanya. Passing saja masih belepotan. Bikin geregetan.
Kontra Macau, menang 5 – 0. Publikasinya di media gila-gilaan. Macam betul saja. Di laga terakhir, versus Korea Selatan. Di edisi Piala Asia sebelumnya, di tangan pelatih sebelumnya, Korea Selatan bertekuk lutut. Ini zonk. Kalah di hadapan ribuan pendukung. Khawatirnya, ini juga karma. Lagi-lagi, semoga tidaklah.
Hanya saja, ketua umum federasi di Indonesia tak mengeluarkan statemen yang memancing kekisruhan. Beda dengan yang terjadi di negara Konoha. Jalan ceritanya sama tapi tak serupa, serupa tapi tak sama dengan Indonesia. Beda-beda tipislah.
Sedikit perbedaannya lagi, ketum federasi di negara Konoha, setelah Timnas U23-nya tak lolos ke turnamen bergengsi, langsung mengeluarkan pernyataan kepada media.
Begini kutipan pernyataannya, “Iya, tim sudah bekerja keras. Tadi ubah formasi 4-3-3, 3-5-2. Coba lagi dengan formasi lain. Dan akhirnya tetap kalah 1 – 0 sama Korea, tim yang sangat bagus. Ya, saya rasa kita kalah terhormat. Saya nanti akan meminta technical director untuk review semuanya.”
Sekali lagi ditegaskan, ini pernyataan ketua umum federasi negara Konoha loh ya, bukan Indonesia.
Kalah terhormat, Ndasmu!