MEDANSPORT.ID – MEDAN – Pertandingan ronde 3 Kualifikasi Piala Dunia 2026 memasuki laga kelima. Laga sengit akan tersaji di Gelora Bung Karno (GBK), pada 15 November 2024 besok. Sengit karena mempertemukan King Indo (Timnas Indonesia) dengan Raja Asia, The Blue Samurai, Jepang.

Tak ada yang meragukan kapasitas dan kualitas para penggawa Samurai Biru. Langganan piala dunia. Nomor satu di Asia. Tim bertabur bintang dengan sederet nama mentereng yang berkompetisi di “jazirah” Eropa.

Siapa tak kenal Wataru Endo, Daichi Kamada dan Kaoru Mitomo. Ketiganya berkompetisi di liga paling elit di eropa, Premier League Inggris. Endo di Liverpool, Kamada di Crystal Palace, dan Mitoma di Brighton.

Masih di Britania Raya, Skotlandia, Kyogo Furuhashi dan Daizen Maida sama-sama mengenakan jersey Glasgow Celtic.

Di Serie A Italia, ada Zion Suzuki sang penjaga gawang Parma. Bergeser ke Jerman, Ko Itakura di Borussia Monchengladbach dan Ritsu Doan di SC Freiburg.

Di Ligue 1 Prancis, Takumi Minamino. Eks gelandang Liverpool, bermain untuk AS Monaco.

Di Belgia, Shogo Taniguchi bermain di Sint Truiden, dan Koki Machida di Union SG. Di tanah Johan Cruijff, Belanda, Koki Ogawa menjadi strikernya NEC Nijmegen. Sedangkan di tanah Andalusia, Spanyol, sang wonderkid, Takefusho Kubo merumput di Real Sociedad.

Jangan lupa juga, negara yang pernah menjajah Indonesia ini masih punya legenda yang kenyang bermain di Eropa. Dia adalah Yuto Nagatomo, eks Inter Milan. Meski sudah tidak muda lagi, namun pengalaman dan determinasi pesepakbola 38 tahun yang biasa beroperasi di bek dan sayap kiri ini masih sangat merepotkan.

Pemain-pemain Jepang lain yang berkompetisi di liga lokal juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Liga Jepang adalah liga paling ketat di Asia. Untuk berlaga sana, bukan persoalan mudah. Lihat saja, Pratama Arhan, penggawa Timnas Indonesia, begitu kesulitan untuk menembus skuad utama Tokyo Verdy. Padahal, Tokyo Verdy hanya berlaga di kasta kedua, Japan League 2.

Beberapa pemain Indonesia lainnya juga pernah mengadu peruntungan di sana. Stefano Lilipaly dan Irfan Bachdim. Bukannya untung, keduanya malah buntung. Tak mampu menembus starting eleven di tim yang mereka bela. Lilipaly di Hokkaido Consadole Sapporo, Irfan Bachdim di Ventforet Kofu. Terbaru adalah Justin Hubner. Di Cerezo Osaka, pemain Wolverhampton Wanderers U-21 ini hanya numpang lewat. Alih-alih masuk tim utama, Justin Hubner yang kerap dilabeli sebagai Preman-nya Timnas Indonesia ini malah harus balik ke klub asalnya, Wolves U-21 dari masa peminjamannya di Cerezo Osaka.

Dengan sederet bintang yang bermain di eropa, banyak pihak memprediksi Jepang akan mampu mendulang poin penuh di GBK. Mengalahkan Garuda. Prediksi itu wajar-wajar saja. Apalagi jika prediksi ini dikomparasikan dengan peringkat FIFA. Ada jarak yang cukup jauh, 115 tingkat. Jepang peringkat 15, sedangkan Indonesia hanya di posisi 130. Bak langit dan bumi. Sama halnya dengan nilai skuad. Jepang memiliki nilai Rp5.028,94 miliar atau Rp5 triliun lebih, sedangkan Indonesia cuma di kisaran Rp547,09 miliar. Luar biasa disparitas harganya.

Dari catatan laga di Ronde 3 juga, Jepang cukup superior. Belum pernah sekalipun kalah. Tiga kali menang dengan mencukur China tujuh gol tanpa balas, menang telak 0 – 5 atas Bahrain, dan 0 – 2 dengan Arab Saudi. Satu hasil imbang 1 – 1 ketika menjamu Australia. Jepang juga menduduki peringkat satu klasemen dengan poin 10.

Sedangkan Indonesia saat ini masih berada di posisi lima klasemen dengan poin tiga dari tiga hasil seri kontra Arab Saudi, Australia, Bahrain, dan kalah saat bertandang ke China dengan skor 2 – 1.

Hasil-hasil itu kan diraih Jepang kala bersua tim-tim lain, bukan dengan Indonesia. Bisa saja nanti hasilnya di luar prediksi. Apalagi, Indonesia pasti tidak mau dikalahkan begitu saja. Ingat, Indonesia adalah bangsa pejuang yang selalu berjuang hingga titik darah penghabisan.

Terlebih lagi, saat ini Timnas Indonesia cukup diperhitungkan di blantika persepakbolaan dunia, terlebih di kawasan Asia. Topangan pemain diaspora, cukup membuat lawan ketar-ketir.

Sampai saat ini, Indonesia memiliki 17 pemain abroad, termasuk Mees Hilgers, FC Twente, Belanda, yang cedera dan Asnawi Mangkualam, Port FC, Thailand, yang tidak dipanggil. Untuk laga versus Jepang dan Arab Saudi, Indonesia akan diperkuat 15 pemain diaspora.

Maarten Paes, kiper utama FC Dallas di Major League Soccer (MLS) atau Liga Utama Sepakbola Amerika Serikat, Jay Idzes bek tangguh milik Venezia, Italia, Justin Hubner (Wolves U-21, Inggris), Kevin Diks (FC Kopenhagen, Denmark) yang baru dinaturalisasi, Sandy Walsh (KV Mechelen, Belgia), Shayne Pattynama di tier 2 Liga Belgia, Calvin Verdonk (Nec Nijmegen), Jordi Amat (JDT, Malaysia), Eliano Reijnders (PEC Zwolle, Belanda), Thom Haye (Almere City FC, Belanda), Nathan Tjoe-A-On (Swansea City, Liga Championship Inggris), Ivar Jenner (FC Utrecht U-21, Belanda – tidak akan bermain kontra Jepang karena akumulasi kartu), dan Marselino Ferdinan (Oxford United, Liga Championship Inggris), Ragnar Oratmangoen (FCV Dender EH, Belgia) dan Rafael Struick (Brisbane Roar, Australia), Pratama Arhan (Suwon, Korea).

Dengan keberadaan pemain-pemain keturunan ini, kendati mayoritas bukan bermain di liga-liga kelas atas, tapi setidaknya bekal pengalaman mereka bertanding dengan tim-tim eropa bisa memberi perlawanan sengit terhadap gaya permainan Jepang.

Superioritas Jepang bukan berarti tidak memiliki kelemahan. Coba ingat pertandingan Jepang Vs Indonesia di Piala Asia, Januari 2024 lalu di Qatar. Walaupun kalah, tapi Indonesia bisa mencetak satu gol melalui sepakan Sandy Walsh. Artinya, ada celah di pertahanan Jepang yang bisa dieksploitasi pemain-pemain Timnas Indonesia.

Pada pertandingan ketiga, 15 Oktober 2024 lalu, Jepang yang menjadi tuan rumah juga nyaris kalah ketika menjamu The Socceroos, Australia. Untungnya, skor akhir sama kuat, 1 – 1. Hasil yang menghentikan streak kemenangan sempurna Jepang

Mudah-mudahan celah ini bisa diendus Shin Tae-yong (STY) dan para asistennya, dan dapat dimanfaatkan para penggawa Timnas pada laga nanti.

Berharap juga akan adanya keajaiban. Meskipun target realistisnya adalah hasil seri, tapi bukan mustahil Sang Garuda bisa mencengkeram Samurai Biru. Membuat para pemain Jepang bertekuk lutut di hadapan sekitar 70 ribu lebih fans setia Garuda yang akan memadati GBK.

Di Piala Asia lalu, dimungkiri atau tidak, Indonesia menjadi tim yang dinaungi keajaiban. Lebih tepatnya, keberuntungan. Saat itu, Indonesia sudah di ujung tanduk. Pasukan STY kalah dua kali, dan hanya menang sekali di fase grup. Di laga perdana kalah 1 – 3 saat menghadapi Irak, menang 1 – 0 ketika bertemu Vietnam dan keok 1 – 3 melawan Jepang.

Keajaiban itu terjadi, ketika hasil pertandingan di grup lain memihak Indonesia. Kirgistan mampu menahan Oman dengan hasil draw 1 – 1. Dengan begitu, Indonesia melaju ke babak knock out atau 16 besar melalui jalur salah satu peringkat tiga terbaik.

Selain keajaiban dan keberuntungan, sepertinya tak muluk jika melajunya Indonesia ke babak 16 besar pada Piala Asia lalu berkat adanya tuah dari STY.

Bukti lain STY memiliki tuah adalah saat Piala Asia U-23 lalu yang juga berlangsung di Qatar. Siapa sangka Indonesia bisa melaju sampai babak semifinal? Padahal, di laga perdana saja, Indonesia harus menelan pil pahit dengan kekalahan kontroversi dari tuan rumah Qatar, dengan skor 2 – 0.

Siapa sangka di pertandingan kedua melawan tim favorit Australia U-23, Indonesia bisa menang dengan skor tipis 1 – 0? Siapa sangka juga Indonesia bisa menghajar Yordania empat gol tanpa balas?

Di babak delapan besar, siapa sangka Indonesia berhasil menumbangkan tim favorit lainnya, Korea Selatan melalui drama adu tos-tosan (penalti)? Tidak ada yang menyangka bukan? Itulah tuah namanya. Tuahnya STY. Bukan membangga-banggakan pelatih asal Negeri Ginseng itu, tapi ini realita. Bukan mengada-ada.

Tuah lainnya adalah aura mistis GBK. Stadion kebanggaan rakyat Indonesia itu selalu angker bagi tim-tim lawan.

Laga Klasik yang Patut Ditunggu

Selain akan sengit, pertandingan Indonesia Vs Jepang di GBK juga menjadi laga klasik yang patut ditunggu.

Dalam perjalanannya, kedua tim sudah bertemu sebanyak 16 kali. Indonesia hanya berhasil menang lima kali, dua kali imbang, dan sembilan kali kalah. Dalam empat dekade terakhir, Indonesia tak pernah menang melawan Jepang, meskipun pernah meraih kemenangan bersejarah di masa lalu.

Pertemuan pertama Indonesia dan Jepang terjadi pada 1 Mei 1954 di ajang Asian Games di Manila, Filipina. Dalam pertandingan babak grup, Indonesia berhasil menaklukan Jepang dengan skor 5 – 3. Kemenangan pertama Indonesia atas Jepang dalam sejarah pertemuan kedua tim.

Kemenangan yang tercatat sebagai awal persaingan panjang antara kedua tim yang sudah berlangsung lama. Meskipun Indonesia kemudian harus menghadapi banyak kekalahan, kemenangan di tahun 1954 tetap menjadi momen bersejarah tidak terlupakan bagi penggemar sepak bola tanah air.

Timnas Indonesia bahkan pernah meraih kemenangan spektakuler atas Jepang. Pada Turnamen Merdeka 1969 di Malaysia, skuad Garuda membantai Samurai Biru 7-0.

Legenda Timnas Indonesia berposisi sebagai penyerang, Sutjipto Suntoro, kala itu mampu mencetak hattrick di menit 49, 68 dan 74. Tandemnya, Jacob Sihasale, striker berdarah Ambon milik Persebaya Surabaya itu mencetak brace di menit 41 dan 44. Dua gol lainnya disumbangkan, Abdul Kadir menit 64, dan Surya Lesmana menit 70.

Indonesia terakhir kali mengalahkan Jepang, pada 24 Februari 1981 silam dalam pertandingan persahabatan di Stadion Senayan, Jakarta (GBK saat ini). Timnas Garuda yang dilatih Bernd Fischer meraih kemenangan 2-0. Hasil ini tercatat menjadi kemenangan terakhir Indonesia atas Jepang hingga saat ini.

Indonesia juga pernah bermain imbang di Senayan. Itu terjadi pada Kualifikasi Piala Dunia 1990, tepatnya pada 28 Mei 1989. Namun, saat itu dominasi Jepang belum sebaik sekarang. Bahkan dari grup yang dihuni Indonesia, Jepang, Korea Utara dan Hongkong, yang melaju ke putaran berikutnya adalah Korea Utara.

Hasil imbang 0-0 tersebut menjadi catatan terbaik Indonesia dalam sejarah pertemuan dengan Jepang dalam ajang Kualifikasi Piala Dunia.

Jepang juga pernah membantai Indonesia, tepatnya 11 hari setelah laga di Senayan, 11 Juni 1989. Masih pada putaran Kualifikasi Piala Dunia 1990. Indonesia tandang ke Jepang, dan kalah telak dengan skor 0 – 5.

Sejak kemenangan 2 – 0 di tahun 1981 itu, Indonesia tidak pernah lagi mampu mengalahkan Jepang. Samurai Biru terus-terusan menunjukkan kepiawaian mereka dalam cabang olahraga yang paling digemari di seantero dunia ini.

Perhelatan Piala Asia 2023, pada Januari 2024 lalu menjadi pertemuan terakhir antara Indonesia dan Jepang. Indonesia harus mengakui keunggulan Jepang dengan skor 1-3.

Dari data-data dan fakta ini, mampukah Timnas Indonesia mengalahkam Jepang, pada 15 November 2024 di GBK besok? Mari sama-sama memberikan dua D. Doa dan dukungan terbaik bagi Sang Garuda. Agar, Indonesia bisa melaju lebih jauh, menembus Piala Dunia 2026 di Arab Saudi. (*)

Bagikan: