MEDANSPORT.ID – MEDAN – Pada Perempat Final Australian Open 2023 lalu ganda putra nomor satu dunia asal Indonesia Muhammad Rian Ardianto/Fajar Alfian mengalami insiden yang mencederai sportivitas dari lawan mereka asal Korea Selatan Kang Min-hyuk/Seo Seung-jae.

Insiden itu terjadi ketika laga berjalan usai interval game pertama. Terjadi perdebatan sengit ketika gim pertama berjalan setelah interval. Fajar/Rian yang awalnya tertinggal memang bisa mengejar dan menempel ketat perolehan skor Kang/Seo sampai 10-11.

Setelah jeda interval, servis dilakukan Kang Min-hyuk. Servis diarahkan ke Rian sebagai penerimanya. Insiden kontroversial lalu terjadi. Return service dari Rian yang menyergap di depan net secara cepat terlihat keluar lapangan.

Namun jika diperhatikan lebih detail, shuttlecock yang dipukul Rian, sempat mengenai
raket Kang Min-hyuk, yang hendak mengantisipasinya tapi meleset. Serobotan Kang yang meleset itulah yang membuat arah shuttelcock jadi berubah dan keluar lapangan.

Secara regulasi, touch yang dilakukan Kang itu seharusnya dianggap sebagai fault alias kesalahan. Dalam tayangan ulang BWF, terlihat bahwa frame raket dari Kang sempat menyentuh shuttlecock, yang mengakibatkan arah shuttlecock berubah.

Saat itu, Fajar/Rian percaya diri bahwa mereka sudah menyamakan kedudukan menjadi 11-11. Namun, poin dihitung untuk pasangan Korea Selatan. Sebab shuttlecock keluar lapangan.

Fajar/Rian langsung melancarkan protes kepada wasit. Wasit yang tidak melihat insiden tersebut dengan cermat lantas memanggil service judge, dan menanyakan apakah hakim servis tersebut menyaksikan adanya kesalahan. Namun, dua pengadil lapangan itu sama-sama tidak merasa ada fault

Yang membuat lebih miris, Kang Min-hyuk sendiri hanya terdiam. Dia tidak melakukan mengakui shuttlecock mengenai raketnya ketika Fajar dan Rian bertanya langsung kepadanya di dekat net dan hanya diam tanpa ekspresi. Seo Seung-jae juga hanya terdiam membisu menutupi fakta tersebut.

Insiden itu cukup membuat Fajar/Rian kecewa karena fault yang mereka lihat secara jelas di depan mata, diabaikan. Fajar sendiri sejak insiden itu kerap kehilangan fokus Dan akhirnya Rian/Fajar kalah dari duo Korsel itu lewat pertarungan rubber set.

Kejadian ini membuat saya terkenang kisah “heroik” legenda bulutangkis Indonesia Christian Hadinata di Final Thomas Cup 1986.

Mungkin tidak banyak yang tahu, ada kisah inspiratif di balik kesuksesan bintang ganda putra legendaris bulu tangkis Indonesia, Christian Hadinata. Momen itu terjadi saat ia membela tim Indonesia di final Thomas Cup 1986.

Berlangsung di Istora Senayan, Jakarta dan menghadapi RRC. Indonesia saat itu tertinggal 1-2 dari RRC setelah Icuk Sugiarto dan Liem Swie King kalah dari Yang Yang dan Xiong Guobao. Indonesia mencuri poin lewat kemenangan Lius Pongoh atas Ding Qiqing.Christian berpasangan dengan Hadibowo.

Mereka menjadi ganda pertama yang diharapkan bisa memberi poin kemenangan bagi Indonesia. Berhadapan dengan Zhou Jincan/Zhang Qiang.Christian/Hadibowo sukses meraih kemenangan di game pertama dengan skor 15-13.

Ketika memimpin angka 12-7 di game kedua, saat smash Zhang Qiang berhasil dihindarkan oleh Christian dan shuttlecock jatuh di luar arena, wasit menyatakan pindah bola kepada Indonesia. Akan tetapi, Christian mendatangi wasit dan memberitahukan bahwa shuttlecock menyentuh rambutnya terlebih dahulu sebelum mendarat di luar arena.

Saat itu juga wasit pun mengubah keputusannya dan poin menjadi milik lawan.Walau demikian Christian/Hadibowo tetap fokus dan akhirnya memenangkan set kedua dengan 15-8 dan membuat skor menjadi 2-2.

Sikap sportif Christian itu tentunya patut diteladani oleh seluruh olahragawan, dan tak hanya oleh atlet bulu tangkis. Meski berisiko menjadikan kekalahan, namun Christian mengajarkan bahwa sikap sportif, fairplay adalah yang utama dalam sebuah pertandingan olahraga.

Dan Christian/Hadibowo juga menunjukkan mental juara dengan tetap fokus untuk memenangkan pertandingan.Pada akhirnya Indonesia kalah 2-3 dari RRC setelah Liem Swie King/Bobby Ertanto kalah dari Tian Bingyi/Li Yongbo namun semua sepakat waktu itu Christian Hadinata yang jadi “Man of The Match” dalam laga Final Thomas Cup 1986 itu. (***)

Bagikan: